Breaking News

12/03/2015

Muhammad Iqbal :: Biografi dan Ide-Ide Pembaharu/Pemikiran Muhammad Iqbal

Biografi dan sejarah ide-ide pemikiran atau pembaharu Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal


A.    Riwayat Hidup Muhammad Iqbal


Muhammad Iqbal (1877-1938 M) lahir di Sialkot, Punjab, wilayah Pakistan (sekarang), 9 Nopember 1877M, dari keluarga yang religius. Ayahnya, Muhammad Nur adalah seorang tokoh sufi, sedang ibunya, Imam Bibi, juga dikenal sebagai muslimah yang salehah. Pendidikan formalnya dimulai di Scottish Mission School, di Sialkot, di bawah bimbingan Mir Hasan, seorang guru yang ahli sastra Arab dan Persia. Kemudian di Goverment College, di Lahore, sampai mendapat gelas BA, tahun 1897, dan meraih gelar Master dalam bidang filsafat, tahun 1899, dibawah bimbingan Sir Thomas Arnold, seorang orientalis terkenal. Selama pendidikan ini, Iqbal menerima beasiswa dan dua medali emas karena prestasinya dalam bahasa Arab & Inggris2 Iqbal kemudian menjadi dosen di Goverment College dan mulai menulis syair-syair dan buku. Akan tetapi, di sini tidak dijalani lama, karena pada tahun 1905, atas dorongan Arnold, Iqbal berangkat ke Eropa untuk melanjutkan studi di Trinity College, Universitas Cambridge, London, sambil ikut kursus advokasi di Lincoln Inn. Di lembaga ini ia banyak belajar pada James Wird dan JE. McTaggart, seorang neo-Hegelian. Juga sering diskusi dengan para pemikir lain serta mengunjungi perpustakaan Cambridge, London dan Berlin. Untuk keperluan penelitiannya, ia pergi ke Jerman mengikuti kuliah selama dua semester di Universitas Munich yang kemudian mengantarkannya meraih gelar doctoris philosophy gradum, gelar doctor dalam bidang filsafat pada Nopember 1907, dengan desertasi The Development of Metaphysics in Persia, di bawah bimbingan Hommel. Selanjutnya, balik ke London untuk meneruskan studi hukum dan sempat masuk School of Political Science3.

Yang penting dicatat dalam kaitannya dengan gagasan seni Iqbal adalah tren pemikiran yang berkembang di Eropa saat itu. Menurut MM Syarif, masyarakat Jerman, saat Iqbal tinggal di sana, sedang berada dalam cengkeraman filsafat Nietzsche (1844-1990 M), yakni filsafat kehendak pada kekuasaan. Gagasannya tentang manusia super (superman) mendapat perhatian besar dari para pemikir Jerman, seperti Stefen George, Richard Wagner dan Oswald Spengler. Hal yang sama terjadi juga di Perancis, berada dibawah pengaruh filsafat Henri Bergson (1859-1941 M), élan vital, gerak dan perubahan. Sementara itu, di Inggris, Browning menulis syair-syair yang penuh dengan kekuatan dan Carlyle menulis karya yang memuji pahlawan dunia. Bahkan, dalam beberapa karyanya, Lloyd Morgan dan McDougall, menganggap tenaga kepahlawanan sebagai essensi kehidupan dan dorongan perasaan keakuan (egohood) sebagai inti kepribadian manusia. Filsafat vitalitis yang muncul secara simultan di Eropa tersebut memberikan pengaruh yang besar pada Iqbal4.

Selanjutnya, saat di London yang kedua kalinya, Iqbal sempat ditunjuk sebagai guru besar bahasa dan sastra Arab di Universitas London, menggantikan Thomas Arnold. Juga diserahi jabatan ketua jurusan bidang filsafat dan kesusastraan Inggris di samping mengisi ceramah-ceramah keislaman. Ceramahnya di Caxton Hall, yang pertama kali diadakan, kemudian disiarkan mass media terkemuka Inggris. Namun, semua itu tidak lama, karena Iqbal lebih memilih pulang ke Lahore, dan membuka praktek pengacara di samping sebagai guru besar di Goverment College Lahore. Akan tetapi, panggilan jiwa seninya yang kuat membuat ia keluar dari profesi tersebut. Ia juga menolak ketika ditawari sebagai guru besar sejarah oleh Universitas Aligarh, tahun 1909. Iqbal lebih memilih sebagai penyair yang kemudian mengantarkannya ke puncak popularitas sebagai seorang pemikir yang mendambakan kebangkitan dunia Islam5.

Akhir tahun 1926, Iqbal masuk kehidupan politik ketika dipilih menjadi anggota DPR Punjab. Bahkan, tahun 1930, ia ditunjuk sebagai presiden sidang Liga Muslim yang berlangsung di Allahabad, yang menelorkan gagasan untuk mendirikan negara Pakistan sebagai alternatif atas persoalan antara masyarakat muslim dan Hindu. Meski mendapat reaksi keras dari para politisi, gagasan tersebut segera mendapat dukungan dari berbagai kalangan, sehingga Iqbal diundang untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar di London, tahun 1932, juga konferensi yang sama pada tahun berikutnya, guna membicarakan gagasan tersebut. Tahun 1935 ia diangkat sebagai ketua Liga Muslim cabang Punjab dan terus berkomunikasi dengan Ali Jinnah. Namun, pada tahun yang sama, ia mulai terserang penyakit, dan semakin parah sampai mengantarkannya pada kematian, tanggal 20 April 19386.

Iqbal mewariskan banyak karya tulis, berbentuk prosa, puisi, jawaban atas tanggapan orang atau kata pengantar bagi karya orang lain. Kebanyakan karya-karya ini menggunakan bahasa Persia, semua ia maksudkan agar karyanya bisa diakses oleh dunia Islam, tidak hanya masyarakat India. Sebab, saat itu, bahasa Persi adalah bahasa yang dominan di dunia Islam dan dipakai masyarakat terpelajar. Karya-karyanya, antara lain, The Development of Metaphysic in Persia (desertasi, terbit di London, 1908), Asra-I Khudi (Lahore, 1916, tentang proses mencapai insan kamil) Rumuz-I Bukhudi (Lahore, 1918), Javid Nama (Lahore, 1932), The Reconstruction of Religious Thought in Islam (London, 1934), Musafir (Lahore, 1936), Zarb-I Kalim (Lahore, 1937), Bal-I Jibril (Lahore, 1938), dan Letters and Writings of Iqbal (Karachi, 1967, kumpulan surat dan artikel Iqbal).

B.     Pemikiran Pembaruan Islam Muhammad Iqbal


Keautentikan, salah satu bentuk sebuah pemikiran Muhammad Iqbal tentang ide yang ikur menyinari pemikirannya. Penyair-filosof India ini terilhami oleh pemkiran Eropa dan Islam, Iqbal menolak baik konsepsi kemajuan Eropa maupun pola budaya Islam Kontemporer di India. Dia mengajak “kaum muslim sejati” untuk melawan mullahisme, mistisme, dan monarki serta melawan cara-cara asing. Dalam konteks luas, dia menyeru kepada semua manusia untuk bangkit mengatasi cara-cara tradisional serta ide-ide dan terknologi Barat guna menemukan kreatifitas, semangat dan keautentikan diri mereka sendiri.
  • Paham Dinamisme

Hukum dalam Islam menurut Iqbal tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Islam pada hakikatnya bersifat dinamisme, demikian pendapat Iqbal. Alquran senantiasa mengajarkan serta menganjurkan pemakaian akal terhadap ayat atau tanda yang terdapat pada alam, seperti matahari, bulan, bintang, pergantian siang dan malam dan sebagainya. Orang yang tidak peduli dengan perubahan hal tersebut maka akan tinggal buta terhadap masa yang akan datang. Menurut Iqbal konsep alam ialah bersifat dinamis atau berkembang.

Islam menolak konteks lama yang mengatakan bahwa alam itu bersifat statis. Islam mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya gerak dan perubahan dalam hidup sosial manusia. Dan prinsip yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan itu ialah ijtihad. Ijtihad mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pembaharuan Islam.

Intisari hidup adalah gerak, sedang hidup ialah menciptakan, maka Iqbal berseru kepada umat Islam supaya bangun dan menciptakan dunia baru. Begitu tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa kafir yang aktif lebih baik dari muslim yang suka tidur. Dalam syair-syairnya ia mendorong umat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam.

Dalam pembaharuannya Iqbal tidak berpendapat bahwa Baratlah yang harus dijadikan sebagai model. Kapitalisme dan Imperialisme Barat tidak dapat diterimanya. Barat menurut penilainnya, amat banyak dipengaruhi oleh materialisme dan telah mulai meninggalkan agama, yang harus diambil umat Islam dari Barat hanyalah ilmu pengetahuannya.

Sebagaiman yang telah disinggung bahwa Iqbal menjadi Presiden Liga Muslimin di tahun 1930. Dalam hubungan ini baik disebut bahwa sebelum pergi ke Eropa, ia sebenarnya ialah seorang nasionalis India. Tetapi kemudian ia ubah pandangannya mengenai nasionalis, dikarenakan dalam pandangannya nasionalisme bukanlah ajaran islam. Alasannya ia curiga bahwa dibelakang nasionalisme india terletak konsep hinduisme dalam bentuk baru.

Di India terdapat dua umat besar dan dalam pelaksaan demokrasi barat india, kenyataan ini harus diperhatikan. Tuntutan umat islam untuk memperoleh pemerintahan sendiri, di dalam atau diluar kerajaan Inggris, adalah tuntutan yang wajar. India pada hakikatnya tersusun dari dua bangsa, bangsa islam dan bangsa hindu menuju pada pembentukan negara tersendiri, terpisah dari Negara hindu di India.

Tujuan membentuk negara tersendiri ini, ia tegaskan dalam rapat tahunan Liga Muslimin di tahun 1930. “saya ingin melihat Punjab, daerah perbatasan utara, sindi dan balutistan bergabung menjadi satu Negara.” Disinilah ide dan tujuan membentuk Negara tersendiri diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan perjuangan nasional umat Islam India. Tidak mengherankan kalo Iqbal dipandang sebagai “bapak Pakistan”.

Ide Iqbal bahwa umat Islam India merupakan suatu bangsa dan oleh karena itu memerlukan satu Negara tersendiri tidaklah bertentangan dengan pendiriannya tentang persaudaraan dan persatuan umat Islam. Ia bukanlah seorang nasionalis dalam arti yang sempit. Ia sebenarnya adalah seorang pan-Islamis. Islam, bukanlah nasionalisme dan bukan pula imperialisme, tetapi Liga Bangsa-Bangsa. Islam dapat menerima batas-batas yang memisahkan satu daerah dari yang lain dan dapat menerima perbedaan bangsa hanya untuk memudahkan soal hubungan antara sesama mereka. Batas dan perbedaan bangsa itu tidak boleh mempersempit ufuk pandangan umat Islam. Bagi Iqbal dunia Islam seluruhnya merupakan satu keluarga yang terdiri atas republik-republik, dan Pakistan yang akan dibentuk adalah salah satu dari republik itu.

Pengaruh Iqbal dalam pembaharuan India ialah menimbulkan paham dinamisme dikalangan umat Islam dan menunjukkan jalan yang harus mereka tempuh untuk masa depan agar sebagai umat minoritas di anak benua itu mereka dapat hidup bebas dari tekanan-tekanan dari luar.



  • Politik

Dalam melakukan pembaruan politik India, Iqbal tidak memerlukan model Barat. Sebab kapitalisme dan imprialisme yang berkembang di Barat ternyata mengandung matrialisme dan ateisme, dimana keduanya merupakan ancaman besar bagi peri kemanusiaan. Menurut Iqbal hanyalah ilmu pengetahuan yang harus diambil oleh umat Islam.

Disisi lain, kalau kapitalis ia tolak, maka sosialisme dapat ia terima. Ia bersikap simpatik terhadap gerakan sosialisme di Barat dan di Rusia. Antara Islam dan sosialisme, ia melihat ada nanyak persamaan dalam konteks ini Iqbal menyatakan bahwa Bolysyrisme tambah Tuhan, maka hampir identik dengan Islam, dan jika suatu ketika Islam menelaah Rusia sebaliknya Rusia menelaah Islam saya tidak akan terperanjat.

Menurut Iqbal, nasionalisme India mencakup Muslim dan Hindu merupakan gagasan menarik, tetapi sulit mewujudkan, bahkan ia curiga bahwa di belakang nasionalisme itu terletak Hindusme bentuk baru. Oleh sebab itu, umat Islam India perlu mendirikan Negara sendiri, hal ini ditegaskan dalam rapat tahunan Liga Muslim pada tahun 1930.

  • Methafisika

Dalam pemikiran filsafat, Iqbal mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, selain itu beliau juga menyatakan bahwasanya pusat dan landasan organisasi kehidupan manusia adalah ego yang dimaknai sebagai seluruh cakupan pemikiran dan kesadaran tentang kehidupan. Ia senantiasa bergerak dinamis untuk menuju kesempurnaan dengan cara mendekatkan diri pada ego mutlak, Tuhan. Karena itu, kehidupan manusia dalam keegoanya adalah perjuangan terus menerus untuk menaklukkan rintangan dan halangan demi tergapainya Ego Tertinggi. Dalam hal ini, karena rintangan yang terbesar adalah benda atau alam, maka manusia harus menumbuhkan instrumen-instrumen tertentu dalam dirinya, seperti daya indera, daya nalar dan daya-daya lainnya agar dapat mengatasi penghalang-penghalang tersebut. Selain itu, manusia juga harus terus menerus menciptakan hasrat dan cita-cita dalam kilatan cinta (`isyq), keberanian dan kreativitas yang merupakan essensi dari keteguhan pribadi. Seni dan keindahan tidak lain adalah bentuk dari ekspresi kehendak, hasrat dan cinta ego dalam mencapai Ego Tertinggi tersebut.

Kendati mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, namun Iqbal tidak menjadikannya membunuh ego kreasi yang bersemayam di kedalaman diri. Ia selalu membuka katup cakrawala pemikirannya atas dunia di luar Islam (terutama Barat). Ketika Iqbal meramu postulat, “Saya berbuat, karena itu saya ada (I act, therefore I exist)”, membedakannya dengan pemikir Muslim terdahulu yang banyak terjebak kenikmatan “asketisme di sana “.

Menyatukan diri dengan Tuhan, tetapi ego kreasi dalam diri terkikis habis. Gejala tersebut oleh Iqbal diistilahkan dengan “kesadaran mistis” dan tentunya sangat bertentangan dengan “kesadaran profetik”. Kesadaran mistik adalah istilah yang digunakan Iqbal untuk mengategorikan konsep wahdah al-wujud sebagai salah satu usaha yang dilakukan manusia dengan menafikan kehendak pribadi ketika mengidentifikasikan diri dengan Tuhan. Maka, aktivitas kreatif menjadi tidak terlihat dalam hidup keseharian. Sedangkan, kesadaran profetik adalah sebuah cara mengembangkan kesadaran melalui aktivitas kreatif yang bebas dan melalui kesadaran bahwa aktivitas kreatif manusia adalah aktivitas Ilahi.

Jadi, konsep wahdah al-wujud dalam perspektif Iqbal adalah pengidentifikasian keinginan pribadi dengan kehendak Tuhan melalui cara penyempurnaan diri, bukan penafian diri. Kehendak manusia pada posisi demikian menjadi otonom, tetapi tetap dalam koridor bimbingan Ilahi. Iqbal tidak serta merta mengakui kedaulatan postulat milik Descartes, cogito ergo sum, karena eksistensi manusia tidak ada hanya dengan melakukan kegiatan berpikir untuk mengeksiskan diri. Intelektualisme yang hanya mendewakan rasionalitas tidak akan eksis tanpa ada aktivisme yang berdimensi praktis.

  • Estetika

Berdasarkan konsep kepribadian yang memandang kehidupan manusia yang berpusat pada ego inilah, Iqbal memandang kemauan adalah sumber utama dalam seni, sehingga seluruh isi seni –sensasi, perasaan, sentimen, ide-ide dan ideal-ideal— harus muncul dari sumber ini. Karena itu, seni tidak sekedar gagasan intelektual atau bentuk-bentuk estetika melainkan pemikiran yang lahir berdasarkan dan penuh kandungan emosi sehingga mampu menggetarkan manusia (penanggap)8. Seni yang tidak demikian tidak lebih dari api yang telah padam. Karena itu, Iqbal memberi kriteria tertentu pada karya seni ini. Pertama, seni harus merupakan karya kreatif sang seniman, sehingga karya seni merupakan buatan manusia dalam citra ciptaan Tuhan. Ini sesuai dengan pandangan Iqbal tentang hidup dan kehidupan. Menurutnya, hakekat hidup adalah kreativitas karena dengan sifat-sifat itulah Tuhan sebagai sang Maha Hidup mencipta dan menggerakan semesta. Selain itu, hidup manusia pada dasarnya tidaklah terpaksa melainkan sukarela, sehingga harus ada kreativitas untuk menjadikannya bermakna. Karena itu, dalam pandangan Iqbal, dunia bukan sesuatu yang hanya perlu dilihat atau dikenal lewat konsep-konsep tetapi sesuatu yang harus dibentuk dan dibentuk lagi lewat tindakan-tindakan nyata.

Dalam pemikiran filsafat, gagasan seni Iqbal tersebut disebut sebagai estetika vitalisme, yakni bahwa seni dan keindahan merupakan ekspresi ego dalam kerangka prinsip-prinsip universal dari suatu dorongan hidup yang berdenyut di balik kehidupan sehingga harus juga memberikan kehidupan baru atau memberikan semangat hidup bagi lingkungannya, atau bahkan mampu memberikan “hal baru” bagi kehidupan. Dengan menawan sifat-sifat Tuhan dalam penyempurnaan kualitas dirinya, manusia harus mampu menjadi “saingan” Tuhan. Di sinilah hakekat pribadi yang hidup dalam diri manusia dan menjadi kebanggaannya dihadapan Tuhan. Mari kita lihat syairnya. Kedua, berkaitan dengan pertama, kreatifitas tersebut bukan sekedar membuat sesuatu tetapi harus benar-benar menguraikan jati diri sang seniman, sehingga karyanya bukan merupakan tiruan dari yang lain (imitasi), dari karya seni sebelumnya maupun dari alam semesta. Bagi Iqbal, manusia adalah pencipta bukan peniru, dan pemburu bukan mangsa, sehingga hasil karya seninya harus menciptakan ‘apa yang seharusnya’ dan ‘apa yang belum ada’, bukan sekedar menggambarkan ‘apa yang ada’ (Azzam, 1985, 141). Dalam salah satu puisinya, Iqbal mengecam dan menyebut sebagai kematian terhadap seni Timur yang meniru seni Barat.

Di negeri ini berjangkit kematian imaginasi

Karena seni asing dan mengikuti Barat

Kulihat awan kelabu dan Behzad masaku

Merombak dunia Timur yang kemilau nan abadi

O, para seni di Timur

Usai sudah kreasi masa kini dan masa lalu

Berapa banyak kreasi tercipta

Tunjukkan pada kami pribadi

Pada semua bidang membumbung tinggi

Konsep-konsep seni dan keindahan Iqbal tersebut hampir sama dengan teori seni Benedetto Croce (1866-1952 M), seorang pemikir Italia yang sezaman dengan Iqbal. Menurutnya, seni adalah kegiatan kreatif yang tidak mempunyai tujuan dan juga tidak mengejar tujuan tertentu kecuali keindahan itu sendiri, sehingga tidak berlaku kriteria kegunaan, etika dan logika. Kegiatan seni hanya merupakan penumpahan perasaan-perasaan seniman, visi atau intuisinya, dalam bentuk citra tertentu, baik dalam bentuk maupun kandungan isinya. Jika hasil karya seni ini kemudian diapresiasi oleh penanggap, hal itu disebabkan karya seni tersebut membangkitkan intuisi yang sama pada dirinya sebagaimana yang dimiliki oleh sang seniman10. Dengan pernyataan seperti ini, mengikuti Syarif, teori Croce berarti terdiri atas empat hal, (1) bahwa seni adalah kegiatan yang sepenuhnya mandiri dan bebas dari segala macam pertimbangan etis, (2) bahwa kegiatan seni berbeda dengan kegiatan intelek. Seni lebih merupakan ekspresi diri atas pengalaman individu (intuitif) dan menghasilkan pengetahuan langsung dalam bentuk individualitas kongkrit, sedang intelek lebih merupakan kegiatan analitis dan menghasilkan pengetahuan reflektif. (3) bahwa kegiatan seni ditentukan oleh perkembangan kepribadian seniman, (4) bahwa apresiasi adalah penghidupan kembali pengalaman-pengalaman seniman didalam diri penanggap.

Pandangan seni Iqbal tidak berbeda dengan teori Croce tersebut, kecuali pada bagian pertama. Iqbal menolak keras kebebasan seni dan keterlepasaannya dari etika. Iqbal justru menempatkan seni dibawah kendali moral, sehingga tidak ada yang bisa disebut seni –betatapun ekspresifnya kepribadian sang seniman— kecuali jika mampu menimbulkan nilai-nilai yang cemerlang, menciptakan harapan-harapan baru, kerinduan dan aspirasi baru bagi peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Dengan demikian, gagasan seni Iqbal tidak hanya ekspresional tetapi sekaligus juga fungsional.

  • Etika

Dalam filsafat tentang etika Iqbal menghimbau masyarakat timur (umat Islam), untuk kembali kepada ajaran Islam yang agung serta menjauhi peradaban Barat (Eropa) yang merusak. Iqbal memandang bahwasanya sebab kemunduran umat Islam adalah kecendrungan yang membabibuta terhadap kebudayaan Barat yang telah membunuh karakter mereka dengan terus mengadopsi budaya-budaya Barat tanpa proses filterisasi.

Iqbal mengungkapkan pandangannya terhadap budaya Barat: “Akan tetapi terpulanglah kepada kalian dan peradaban tanpa agama yang menghadapi pertarungan yang berkepanjangan dengan al-Hak. Sesungguhnya malapetaka ini telah menghasilkan bencana yang besar kepada dunia seperti kembalinya al-Latta dan al-Uzza (keberhalaan) ke Tanah Haram Mekah, dimana hati manusia menjadi buta dengan sihirnya dan jiwa menjadi mati. Ia telah memadamkan cahaya hati atau menghilangkan hati dari pemiliknya. Ia juga telah mengubah siang yang terang benderang dengan meninggalkan insan tanpa roh dan tanpa nilai apa-apa lagi”.

“Walaupun ilmu pengetahuan berkembang dan perusahaan maju di Eropa, namun lautan kegelapan memenuhi kehidupan mereka. Sesungguhnya ilmu pengetahuan, hikmah, politik dan pemerintahan yang berjalan di Eropa tidak lebih dari ketandusan dan kekeringan. Perkembangan itu telah mengorbankan darah rakyat dan jauh sekali dari arti nilai kemanusiaan dan keadilan. Apa yang terjadi ialah kemungkaran, meminum arak dan kemiskinan terbentang luas di negeri mereka. Inilah akibat yang menimpa umat manusia yang tidak tunduk kepada undang-undang Samawi ciptaan Ilahi. Inilah dia negeri-negeri yang hanya berbangga dengan terang benderang cahaya listrik dan teknologi modern. Dan sesungguhnya negeri-negeri yang dikuasai oleh alat-alat dan industri ini telah memusnahkan hati-hati manusia dan membunuh kasih sayang, kesetiaan dan makna kemanusiaan yang mulia”.

Selanjutnya kata Iqbal, gerakan perkembangan ilmu pengetahuan dan rasionalisasi yang berlangsung dikalangan peradaban Barat tidak hanya membawa bahaya bagi bangsa mereka sendiri. Perkembangan teknologi informasi di era modern telah membawa kerusakan ini merasuki negeri-negeri Islam, yang merusak kejiwaan dan spritual umat Islam. Bagaimanapun, apa yang dikhawatirkan ialah munculnya gejala kebekuan dan kelumpuhan di kalangan umat Islam itu sendiri.

Walaupun di satu sisi peradaban Barat dilihat secara positif dari aspek ilmiah, tetapi bagi Iqbal, beliau merasakan bahwa di dalam jiwa bangsa Barat tidak ada lagi wujud kasih sayang sesama umat manusia walaupun mereka sering mendengungkan nilai-nilai humanisme. Dan tidak ada lagi kepercayaan Barat kepada kebebasan, keadilan atau persamaan. Apa yang terjadi hanyalah bersifat teori dan bukannya praktek.

Dalam pengulasan lebih lanjut, Iqbal secara berani mengeluarkan pernyataan: “Perkembangan Eropa itu sebenarnya tidak pernah memasuki kehidupan kemasyarakatan dalam bentuk yang amali dan hidup. Apa yang mereka slogankan dengan konsep demokrasi hanyalah pembahasan ilmiah, tetapi apa yang sebenarnya adalah penimbunan kekayaan golongan hartawan di atas air mata golongan fakir miskin”.

Justru bagi Iqbal, hanya Islam yang mampu menyelesaikan semua permasalahan manusia. Ini karena kaum Muslimin memiliki pemikiran dan akidah yang kukuh dan sempurna – diasaskan atas petunjuk wahyu (al-Quran; S 3 : 110). Pemikiran dan pegangan yang kukuh ini dapat menjadi solusi kepada pelbagai problem kehidupan karena mempunyai kekuatan sama ada dari segi rohani maupun jasmani.

Di sisi lain, Islam mengandung kekuatan yang mampu menangani semua permasalahan hidup manusia disebabkan sistem hidupnya yang bersandarkan kepada keimanan dan keagamaan. Dalam waktu yang sama Islam juga mendukung prinsip kebebasan, keadilan sesama manusia dalam kelompok sosialnya (al-Quran; S 4 : 36). Oleh karena itu ia mendorong manusia untuk melaksanakan ajaran Islam demi tercapainya tujuan tersebut.

Adapun peraturan ciptaan manusia telah gagal mengemukakan gagasan penyelesaian dan mengangkat derajat kemanusian kerana ia bersifat lemah (sementara). Dunia yang selama ini ditafsirkan dari pendekatan materialisme adalah dunia yang buta dan kosong. Apa yang bergerak selama ini adalah gerakan tanpa nilai dan tanpa memiliki apa-apa tujuan. Berbeda sekali dengan pendekatan al-Quran terhadap kejadian alam, di mana dunia dan alam menurut ajaran Islam adalah berasaskan kepada kebenaran dan keadilan (al-Quran; S 4 : 135, S 6 : 153 dan S 16 : 90).

Sesungguhnya, gagasan pemikiran yang diberikan oleh Iqbal telah memberikan harapan yang baik kepada Islam di masa depan . Bagaimanapun, apa yang diragukan hanyalah, sejauh manakah perlaksanaan Islam dalam kehidupan masyarakatnya pada waktu ini?. Adakah Islam yang hakiki terwujud dikalangan umatnya atau hanya sekadar dari aspek syiar semata-mata?.

No comments:

Post a Comment

Designed By